Filosofi

MOTIF SPARKLING

Sparking Taste of Surabaya

Desainer : ARINA HALIMATUL ANJANI

Sumber Inspirasi :

Motif desain batik Sparkling of Surabaya terinspirasi dari keanekaragaman kesenian, budaya dan kuliner khas Kota Surabaya. Kata “Sparkling“ diambil dari kesenian tari khas Surabaya yakni tari Sparkling. Tari ini merupakan gabungan dari tarian modern dan tradisional yang melambangkan keindahan, semangat, dan spirit arek Surabaya yang terlihat dari gerakan tarian yang lincah dan saratakan keindahan

Sedangkan kata “Taste” yang memiliki arti cita rasa, diambil dan terinspirasi dari kuliner khas kota Surabaya yakni Rujak Cingur. Rujak cingur sendiri merupakan olahan makanan yang terdiri dari sayur, Tahu, Tempe dan Cingur yang digemari oleh masyarakat kota Surabaya.

Alasan pemilihan kedua sumber ide tersebut dikarenakan telah mewakili spirit/ semangat arek-arek Surabaya yang berasal dari keanekaragaman kesenian dan kuliner masyarakat Surabaya.

Makna Ornamen dan Nilai Filosofi :

Tari Sparkling : Motif utama yang digunakan pada desain batik ini berupa stilasi dari Tari Sparkling. Motif utama tersebut diambil. Motif utama tersebut diambil dari keindahan dan keluwesan kain yang digunakan dalam tarian. Terdapat pula motif bunga yang mewakili perhiasan dan aksesories yang digunakan penari saat menampilkan tarian sparkling. . Pada bagian atas dan bawahnya juga terdapat motif lingkungan yang melambangkan keluwesan dan kelincahan Gerakan Tangan para Penari. Penggunaan aksen dan iserisen garis organis dan juga mempertegas keindahan serta unsur estetika pada tarian.

Kangkung : Motif kangkung pada batik ini mewakili salah satu isian pada kuliner Rujak Cingur. Motif kangkung sendiri melambangkan adanya kesederhanaan, keramahan, dan rasa pantang menyerah masyarakat Surabaya yang tergambarkan dari julukannya sebagai kota pahlawan.

Bentuk Lengkung : Bentuk lengkungan pada kedua sisi gambar batik ini melambangkan salah satu elemen utama kuliner Rujak Cingur yakni, bumbu kacang. Bumbu kacang tersebut menjadi pemersatu pada olahan Rujak Cingur, sehingga menghasilkan cita rasa yang sempurna.

Kecambah : Motif kecambah pada batik ini digunakan sebagai isen-isen pada bagian bentuk lengkung yang memiliki makna awal dari sebuah kehidupan. Awal kehidupan tersebut merupakan transformasi dari sebuah bentuk kebermanfaatan menjadi sebuah bentuk baru lainnya. Sama seperti batik ini, yang diharapkan menjadi awal baru dari motif batik khas Surabaya.

Cingur, Tempe, Timun, Kerupuk : Elemen — elemen tersebut mewakili berbagai isian yang ada pada olahan Rujak Cingur. Adanya berbagai motif tersebut memiliki makna beragaman budaya yang saling bersatu dan saling dihormati oleh masyarakat kota Surabaya.

Dari makna-makna filosofis yang telah dijabarkan di atas, desain batik Sparkling Taste of Surabaya memiliki harapan agar menjadi permulaan dan awal yang baik untuk penciptaan motif baru untuk batik khas Kota Surabaya yang mencirikan kesederhanaan, keindahan, dan spirit arek-arek Surabaya yang terinspirasi dari berbagai macam keberagaman budaya di dalamnya.


MOTIF KEMBANG BUNGUR

Desainer : RISHA IFFATUR RAHMAH

ALASAN PENAMAAN :

Keindahan bunga bungur mengingatkan sifat asli orang Surabaya yang terbuka dan egaliter namun tetap menjaga kekhasan dari adat kulturalnya. Kelopak yang bermekaran bersamaan, memberikan kesan indahnya solidaritas dan toleransi begitu juga kuatnya pohon yang menyokong bunganya menandai betapa besar anugrah yang diberikan Sang Pencipta dan ungkapan rasa syukur masyarakatnya.

Paparan Sumber Inspirasi :
Penampakan bunga bungur atau yang disebut dengan bunga Ketangi, Laban, dan Wungu memiliki keindahan tersendiri. Kelopak mahkotanya yang bergelombang dengan sokongan sulurnya dari benang sari dan putik
membuat visualisasi bunga yang menyembul dari bintang. Sebagai bagian dan flora asli Indonesia dan banyak ditemukan di Surabaya. Tanaman yang tak lekang dari perkembangan zaman ini mencerminkan karakter asli para penanamnya, bahkan masyarakat memanfaatkannya menjadi obat alternatif.

Narasi Ornament dan Filosofis :

Ornament utama : Bunga Bungur
Mencerminkan keindahan dan kemegahan mahkota yang erat dengan filosofi kehidupan asli arek Surabaya. Masyarakat yang dapat menerima segala perbedaan dan latar belakang namun memegang teguh adat kulturalnya, bersifat bebas tidak ingin dikekang, memiliki pemikiran yang terbuka terhadap hal-hal baru, menjunjung toleransi dan rasa solidaritas, disertai sikap yang egaliter tanpa melupakan religiusitas agamanya.

Ornament Pelengkap : Bunga Kecil
Terdiri dari benangsari, putik dan salur kelopak yang tidak lengkap. Hal ini memberikan arti kesederhanaan diri. Sekaligus merepresentasikan arti sikap egaliter.

Ornament Pelengkap : Kumpulan Garis
Bentuknya menyerupai gelombang namun beriak dedaunan yang menceritakan kehidupan masyarakat Surabaya yang tidak lepas dari permasalahan, namun dapat diselesaikan dengan mengutamakan kebaikan bersama.

Ornament Pelengkap : Riak Daun
Rupa daun yang berliku sebagai akhir dari kumpulan garis mengartikan harmonisasi nilai-nilai religiusitas masyarakat yang majemuk dan perlambang rasa syukur kepada Sang Pencipta.

Ornament Pelengkap : Cecek
Merepresentasikan kekuatan keindahan dari sosiokultural masyarakat Surabaya ada pada semangat, kegigihan, dan ketabahan dalam menjalani kehidupan.

Isen Latar : Cecek dan grising Sisik Asimetris
Melambangkan interaksi sosial yang tinggi dalam menjunjung adat istiadatnya.

Isen Latar : Ruang Lurus Yang Kosong
Mereprensentasikan warna warna yang akan ditampilkan untuk menyikapi rasa syukur dalam hidup.


MOTIF ABHIBOYO

Desainer : HERI SUPRIYATNO

FILOSOFI :

Abhi dalom bahasa sangsekerta memiliki arti Berani/Pemberani dan Manyu memiliki arti Tabiat. AbhiManyu berarti dia yang tidak kenal takut atau yang bersifat kepahlawanan. AbhiManyu mempunyai sifat dan perwatakan, halus, baik tingkah lakunya, ucapannya terang, hatinya, keras, besar tanggungjawabnya dan pemberani.

Buaya/Boyo adalah seekor binatang buas yang menakutkan bahkan menjadikan ancaman antara hidup dan mati.

Saya mengambil obyek buaya karena merupakan icon yang identik di Surabaya sejak dulu. Dalam lomba Batik Surabaya ini saya tidak menampilkan Icon Suro dan Boyo secara utuh/berdampingan. Bukan  berarti saya merubah icon yang sudah ada di Surabaya, melainkan menciptakan/menambah perbendaharaan khususnya dalam Motif  batik. Agar motif batik di Surabaya tidak monoton hanya mengambil icon — iconnya saja.

Agar lebih variatif dan inovatif, serta tersirat makna yang tersampaikan dari karya — karya yang ditampilkan sama seperti Legenda Suro dan Boyo yang saling berebut wilayah/kekuasaan hingga menimbulkan peperangan dan berakibat kematian demi mempertahankan wilayahnya.

Motif Perang memiliki pesan untuk tidak pernah menyerah ibarat ombak laut yang tidak pernah berhenti bergerak. Motif jalinan yang tidak pernah putus menggambarkan upaya memperbaiki diri, upaya memperjuangkan kesejahteraan maupun bentuk pertalian keluarga.

Motif Daun dan Bunga
Melambangkan tentang cinta kasih sayang tanpa batas. Daun memancarkan kesejukan dan kedamaian yang menghidupkan lingkungan sekitarnya.

Kesimpulan :
Karya ini menceritakan seorang tokoh yang mempunyai sifat halus, baik tingkah lakunya, ucapannya terang, hatinya keras, besar tanggung jawabnya dan pemberani yang menghadapi musuhnya yang begitu kuat dan menakutkan seperti halnya Buaya/Boyo. Wilayah yang pada mulainya damai, sejak, dan tentram karena perselisihan mengakibatkan perebutan wilayah yang berujung kematian. Dengan semangat para  pemuda Surabaya yang berani dan pantang menyerah dalam mempertahankan wilayahnya dengan menentang bahaya. Dengan perlindungan dan pertahanan yang kokoh dalam melindungi wilayahnya dari ancaman akhirnya Raden Wijaya selamat dari serangan dan ancaman pasukan Tar — Tar. Kemudian, hari kemenangan itu dijadikan sebagai ulang tahun Kota Surabaya yaitu tanggal 31 Mei 1293.


DORO KIDUNG MOTIF KITIR – KITIRAN

Desainer : NURAINI FARIDA

Filosofi :

Alasan Penamaan Motif :
Desain motif batik ini diberi nama demikian, selain untuk menerjemahkan kidungan yang sangat populer di masa Cak Durasim (Bekupon Omae Doro) ke dalam sebuah karya seni rupa dalam hal ini batik, juga untuk mengajak generasi muda yang disimbolkan Doro (merpati) untuk selalu berani dalam berpendapat, berkarya dan bekerja (disimbolkan kidungan), motif ini dibuat untuk kain (sewek/sarung) Cak dan Ning yang ada tumpalnya. Paparan sumberide : ( KIDUNGAN CAK DURASIM ).

Kalimat lengkap dari kidungan itu berbunyi :
Ngisor penirop, dhuwur pagupon ( di bawah terop, di atas pagupon ) Pagupon iku omahe doro ( pagupon itu kandangnya burung dara ) Awak miarat dijajah Nipon ( diri miskin dijajah Nipon ) Melok Nipon tambah sengsoro ( ikut Nipon tambah sengsara )

Narasi Makna Ornamen :

Pring Cendani ( Urip Kudu Wani )
Dalam stilasi ini mempunyai arti bahwa bumbu sebagai senjata melawan penjajah jaman dahulu melambangkan keberanian, juga bermakna mempunyai prinsip hidup yang kuat.

Pagupon : lambang rumah, tempat tinggal, tempat lahir, yang harus dijaga dan dipelihara untuk kelangsungan hidup generasi penerus bangsa. Burung Dara : Melambangkan generasi muda, lambang harmonis yang romantis dalam hidup berdampingan sebagai arek Suroboyo. Stilasi Bambu Yang meliuk-liuk : Melambangkan Arek SMelambangkan Arek Suroboyo yang begitu terbuka dan luwes untuk siapa saja yang tinggal di jayang tinggal di Surabaya serta punya prinsip hidup yang kuat.

Deskripsi Karya :

Nama Motif : KINTIR — KINTIRAN
Alasan penamaan motif: Desain motif batik ini diberi nama demikian, untuk menerjemahkan bahwa Surabaya yang dikelilingi beberapa sungai mempunyai kekayaan alam air yang begitu bersih dan bebas dari sampah, juga untuk melambangkan bahwa Arek Surabaya adalah bagaikan aliran air yang bisa mengikuti. Kemanapun kemajuan jaman mengalir, dalam artian Arek- areknya bisa berada dalam kondisi apapun untuk memperjuangkan hidup dan cita-cita. 

Paparan sumber ide :
Sungai-sungai yang mengalir di kota Surabaya termasuk MANGROVE dengan segala kelebihan dan kekayaan alamnya.